M. Arifin Purwakananta: “Zakat Bukan Hanya Mengumpulkan Uang”

Perkembangan zakat di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini ditandai dengan bertambahnya pengumpulan dana zakat dari setiap Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang beroperasi. Namun, perkembangan ini masih jauh dari potrensi zakat yang sesungguhnya yang dapat mencapai 19,3 triliun rupiah. Tetapi, menurut M. Arifin Purwakananta yang ditemui di sela-sela acara seminar nasional zakat di aula multimedia Fakultas Hukum Universitas Indonesia mengatakan bahwa tujuan yang paling utama dari zakat adalah dapat merubah akhlak seseorang menjadi akhlak yang baik. Dan gerakan zakat itu bukan hanya uang yang dikumpulkan dan uang yang disalurkan, tapi lebih kepada efek yang ditimbulkan.
Untuk mengetahui sejauhmana peran dan fungsi dalam mengembangkan zakat, Zarkasih dari pkesinteraktif.com mewawancarai M. Arifin Purwakananta, Vice President for Strategic Alliances Dompet Dhuafa (DD)

Lembaga Zakat di Indonesia telah banyak berdiri seperti jamur di musim penghujan, sebenarnya orientasi lembaga zakat yang ada selama ini seperti apa?
Berbicara keberhasilan zakat bukan hanya pengumpulan saja, sebab apabila zakat dikumpulkan secara maksimal hanya sekitar 19 triliun. 19 triliun itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). Apalagi APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) jelas itu sangat kecil. Dalam mendirikan zakat ada tujuan yang lebih besar, yaitu semangat untuk menjadi lebih baik secara keseluruhan.
Apa itu yang disebut dengan semangat lebih baik itu?
Dengan berzakat korupsi berkurang, pedagang lebih Islami itu yang akan membuat ekonomi Indonesia lebih baik. Jadi kalau dihitung dari uang, saya kurang sepakat karena kalau kita seratus persen mampu menghimpun 19 tiliun masih tidak ada apa-apanya untuk pengembangan ekonomi. Untuk saat ini mungkin hanya sekitar 2% dari ekonomi yang berputar di Indonesia, jadi sangat kecil masyarakat untuk bisa berproduktif. Terkait dengan itu saya mengajak teman-teman untuk berpikir bahwa gerakan zakat itu bukan hanya uang yang dikumpulkan dan uang yang disalurkan, tapi lebih kepada efek yang ditimbulkan.
Bagaimana dengan syiar Islam, apakah zakat sebagai salah satu fondasinya?
Bisa juga. Bayangkan dengan berdirinya Lembaga Amil Zakat (LAZ) semua orang sekarang sudah berbicara tentang zakat, berbicara menyantuni orang miskin. Coba lihat perfilman Indonesia sekarang ini pada umumnya berbicara tentang Islam. Begitu halnya dengan zakat, banyak orang yang menvisualisasikan. Saya rasa ini menjadi wacana yang luar biasa karena bicara zakat adalah bicara syariah.
Bagaimana Anda melihat tentang peran pemerintah dalam mendukung LAZ?
Perjuangan para filantropi zakat salah satunya---adalah kebijakan, selama ini ada dua kutub, yaitu pemerintah dalam hal ini Departemen Agama, menginginkan sentralisasi dan LAZ masih menginginkan terlibat dalam pengumpulan dan penyaluran, tidak hanya jadi pengumpul saja (UPZ), maka itu jadi PR besar. Saya percaya mereka (pemerintah) ingin membuat zakat menjadi maju. Tetapi, dua kutub ini tidak perlu didiametralkan atau dihadapkan. Harusnya yang dibutuhkan adalah semacam arsitektur bangunan zakat, dengan begitu konsepsi perkembangan zakat Indonesia bisa dimulai dari arsitektur zakat. Dengan adanya arsitektur zakat itu, kita bisa mengetahui visi zakat hari ini seperti apa? Visi 2012 seperti apa? selanjutnya jangka panjang seperti apa?
Kalau Anda mengamati perkembangan zakat dari sisi mikro seperti apa?
Dari sisi mikro, saya optimis LAZ bisa megembangkan dirinya, karena kualitas pengelola zakat yang ada sekarang ini telah teruji katangguhannya, kualitas enterpreneurshipnya yang bagus sehingga tidak akan pernah matilah orang-orang seperti itu. Nah, lembaga boleh tidak mati tetapi aturan bisa juga mengebiri pertumbuhan LAZ.
Misalnya?
Misalnya kebijakan yang akan diambil nanti adalah sentralisasi zakat, maka peran LAZ menurut saya menjadi dikebiri karena mungkin hanya dijadikan Unit Pengumpul Zakat (UPZ) saja, tanpa menumbuhkembangkan ide baru visi kreativitas kearifan lokal. Sehingga, bisa jadi itu yang mencemaskan LAZ. Jadi kalu ditanya bagaimana, saya tidak kjhawatir tapi yang dikhawatirkan adalah arsitektur zakat yang belum selesai, yang menurut saya menjadi tantangan.
Dengan adanya revisi UU 38/1999 yang salah satu pasalnya mesentralisasikan zakat, apakah anda tidak setuju dengan itu?
Saya termasuk orang yang menganggap sentralisasi ada dua madzhab. Madzhab pertama menurut fiqh zakat dikelola negara. Ada lagi yang mengatakan bahwa dari sisi LSM ini merupakan sektor relawan dimanapun ini sektor publik, sektor negara itu fiskal saya sendiri mungkin bisa mewakili DD dan masyarakat zakat bicara. Hari ini masyarakat tidak mungkin dipaksa percaya kepada negara. Jika kebijakan ini dipaksakan dan masyarakat belum percaya maka nanti akan kembali lagi ke kebiasaan lama, zakat diberikan secara langsung ke tetangga, atau ke siapa saja.
Yang paling ideal seperti apa jadinya?
Kalau saya mengusulkan bahwa pengelolaan diatur oleh negara, tapi dalam pelaksanaannya melibatkan masyarakat, kalau sentralisasi yang diajukan saat ini kan dia aturan negara dan dikelola oleh negara, kalau saya mengusulkan yang lebih tengah di mana harus diatur satu kebijakan tetapi melibatkan masyarakat. Apalagi kondisi Indonesia yang luas, ada lembaga yang distempel oleh negara agar zakat lebih semarak dan dapat berjalan dengan baik.
Apa harapan Anda pada pemerintah dalam hal ini?
Saya berharap zakat itu butuh regulasi dan pengawasan, pemerintah harus berpikir membuat regulasi yang kuat terhadap pengembangan zakat di sisi lain LAZ harus membuktikan mampu mengelola dan mendistribusikan ke masyarakat dengan baik. Jadi dua-duanya (pemerintah dan LAZ) mempunyai PR yang sangat berat. Kalaupun kita mengarah ke sentralisasi saya harapkan arsitektur sentralisasi kuat, tidak mencerai beraikan bangunan zakat yang ada, justru harusnya merapatkan, kalaupun tidak sentralisasi saya harapkan masyarakat zakat bisa mengokohkan dirinya kemudian memberikan ruang yang luas bagi pemerintah untuk bisa menjadi pengawas bagi dirinya. karena selama ini zakat tidak ada yang mengawasi, tidak ada yang menegur, tidak ada yang membubarkan, yang ada hanya mengesahkan, tetapi tidak bisa menutup, itu tantangan ketika nanti revisi UU No. 38/1999 disahkan.

sumber : Kantor Berita Ekonomi Syariah
Rabu, 03 September 2008

No comments: