Layanan sehat saja tak cukup untuk membangkitkan pasien dhuafa. Mesti disertai juga dengan layanan kesehatan aspek kehidupan yang lainnya.
Bagi kaum dhuafa, sakit laksana al-qiyamah as-sughro (kiamat kecil). Menguras energi kehidupan mereka hingga titik nadir, bahkan ke titik minus lantaran belitan utang. Jika dibiarkan, bakal tertutup jalan berdaya dhuafa untuk mandiri.
Jangan pernah lupakan tragedi Keluarga Jasih tahun 2004 lalu. Waktu itu, lantaran tak sanggup lagi berutang untuk membayar biaya perawatan Rumah Sakit, Ny Jasih terpaksa membawa pulang anaknya, Galuh (4), yang masih mengidap kanker otak. Di rumah petak kontrakan mereka di Kelurahan Lagoa, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, Galuh dibiarkan terkapar dengan obat jalan sekadarnya.
Sampai suatu hari, ketika sang suami tengah nguli di Pelabuhan Tanjung Priok, Ny Jasih menyulut kasur yang telah dia guyuri minyak tanah. Masya Allah! Dia biarkan api melahap dirinya bersama dua anaknya, Galuh dan Galang Ramadhan (6). Tubuh Galuh meleleh bersama selang infus yang menempel di badannya. Menyusul kemudian Jasih dan Galang, meninggal secara mengenaskan pula.
Dalam surat wasiatnya yang berbahasa Sunda, Jasih masih sempat mengingatkan sang suami untuk melunasi utang-utang mereka ke tetangga sebanyak Rp 5 juta.
Ternyata, tragedi itu bukan yang terakhir. Bulan Juli lalu misalnya, 30 pasien miskin terusir dari RSCM. Mereka lalu berobat jalan dalam arti sebenarnya, yakni di halaman Gedung YLBHI Jakarta. Sampai kemudian seorang dermawan menampung mereka di rumahnya.
‘’Orang miskin dilarang sakit’’, ternyata memang bukan sebuah judul buku yang bombastis. Menurut pasal 28 dan 34 ayat 3 UUD 45, negara bertanggungjawab memelihara fakir miskin dan anak terlantar, termasuk menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan dan umum yang layak. Tapi, laporan YLBHI menyebutkan, sepanjang tahun 2007 telah terjadi beberapa kasus penolakan pelayanan kesehatan gratis terhadap masyarakat miskin, penelantaran pasien miskin, bahkan juga jual beli kartu keluarga miskin.
Karenanya, sejak awal program kesehatan menjadi salah satu concern DD. Dimulai tahun 1995, saat DD menghimpun relawan medis DD (Tim Medis Klinik Dhuafa atau TMKD). Periode ini DD hanya merekomendasikan pasien dhuafa kepada TMKD. DD cukup membayar biaya obat dan perawatan di RS rujukan. Tenaga medisnya gratis.
Pada November 2001, TMKD benar- benar memiliki klinik sendiri di Ciputat. Namanya Klinik Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC), yang sebenarnya sudah mulai beroperasi sejak sebulan sebelumnya. Inilah buah wakaf tunai yang cukup monumental.
Selanjutnya, layanan LKC meluas lagi melalui Gerai Sehat di Cipulir Jaksel, dan Bekasi, Jabar. Ribuan keluarga dhuafa telah menjadi anggota dan memetik maslahatnya. Bersinergi dengan Lembaga Mitra, Tim Medis LKC juga melayani penduduk terpencil dan pasien korban bencana alam secara insidentil.
September 2007, layanan LKC Dompet Dhuafa bekerjasama dengan Masjid Sunda Kelapa membuka layanan klinik gratis 24 jam untuk masyarakat miskin. Klinik berlantai 5 yang diberi nama Rumah Sehat Masjid Agung Sunda Kelapa ini, dibangun di areal Kompleks Masjid Agung Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat.
Menurut presiden DD waktu itu, Rahmad Riyadi, pemilihan tempat di lokasi elit ini dimaksudkan untuk menjalin kedekatan muzaki dengan mustahik.
Awalnya, Rumah Sehat didukung 6 relawan dokter, untuk mengobati pasien dhuafa. Kalau harus dirawat, pasien dirujuk Rumah Sakit.
Saat meresmikan Rumah Sehat bersama Wapres, Menko Kesra, Menkes, Ketua MPR RI, serta beberapa menteri Kabinet Indonesia Bersatu lainnya, Presiden SBY mengatakan, “Masyarakat yang sehat akan dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomi.”
‘’Pesan Presiden itu mengingatkan kita bahwa layanan sehat saja tidak cukup untuk membangkitkan pasien dhuafa. Mesti disertai juga dengan layanan kesehatan aspek kehidupan yang lainnya,’’ tutur M Arifin Purwakananta, Direktur Program DD.
Maka kini, DD tengah berikhtiar membangun rumah sakit gratis kaum dhuafa di Desa Kemang, Kecamatan Parung, Bogor. Peletakan batu pertamanya rencana akan dilaksanakan dalam waktu dekat ini, di atas lahan seluas 7803 meter persegi.
Pembangunan Rumah Sakit Dhuafa direncanakan rampung dalam 3 tahun ke depan. Kelak ia menjadi pusat rujukan bagi jaringan LKC. Sehingga, layanan kesehatan DD semakin konprehensif, meliputi aspek medis, psikologi, spiritual, maupun ekonomi.
Menurut Herdi, Staf Direktorat Program DD, areal di Parung itu selanjutnya akan dikembangkan menjadi integrated community, yang dilengkapi sebuah masjid, rumah sakit, sekolah menengah unggulan, kompleks rumah susun sederhana, area bisnis UKM, perpustakan digital, gedung pelatihan, Arena outbound dan olah raga, gedung pertemuan, dan pusat perkantoran lembaga pemberdayaan. Sebagian lahan dimanfaatkan untuk membangun guest house, pom bensin, dan foodcourt. Dalam maket, semua itu sudah terkapling dalam 10 blok yang integrated.
‘’Seperti itulah konsep kawasan terpadu Zona Madina, yang kami canangkan agar terwujud tahun 2013 nanti,’’ kata Herdi optimis.
Proyek besar kemanusiaan itu bakal maujud dengan do’a dan partisipasi yang telah dan akan Anda berikan. Tentunya juga do’a kaum dhuafa yang tak berhijab dengan kehendak-Nya.
Dan bergembiralah Anda para donatur, relawan, dan mitra kerja, karena siapa yang meringankan hajat saudaranya di dunia niscaya akan diringankan hajatnya oleh Allah SWT di akhirat kelak. Pane Fakhri
Sumber : Republika
No comments:
Post a Comment