Republika, 2006
Pengelolaan zakat Asia Tenggara ditujukan untuk mewujudkan Baitulmal internasional.
KUALA LUMPUR–Praktisi zakat di Asia Tenggara siap membentuk Dewan Zakat Asia Tenggara (DZAT). Lembaga ini diharapkan bisa mengoptimalkan pemanfaatan zakat untuk mengurangi penduduk miksin di tanah Serantau.
Persidangan untuk melahirkan Dewan Zakat Asia Tenggara itu digelar di Kuala Lumpur. Diikuti oleh wakil pemerintah, pengelola zakat dan pendidik, konferensi zakat Asia Tenggara ini dibuka kemarin di Hotel Grand Seasons, Kuala Lumpur Malaysia. Acara tiga hari itu dihadiri perwakilan dari Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam dan Singapura. Selain itu, juga hadir sebagai undangan utusan dari Thailand, Filipina, Vietnam dan Laos.
M Arifin Purwakananta, Direktur Institut Manajemen Zakat (IMZ) yang hadir pada pertemuan itu menjelaskan semula sidang pertama akan dibuka oleh PM Malaysia, Abdullah Ahmad Badawi. ”Namun karena berhalangan diwakili Menteri di Jabatan Perdana Menteri Malaysia, Datuk Abdulah MD Zain.” Dari Indonesia tampak hadir Menteri Agama Republik Indonesia, Maftuh Basyuni, Duta Besar RI di Malaysia, Lembaga-lembaga Amil Zakat (LAZ), dan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS).
Menurut Arifin, pertemuan itu merupakan awal deklarasi terbentuknya Dewan Zakat Asia Tenggara. Dewan Zakat Asia Tenggara lahir dalam rangka mengurangi penduduk miskin. Zakat adalah instrumen yang bisa mengurangi kemiskinan.
Selain itu, konferensi zakat ini berlangsung menyusul pesatnya pertumbuhan zakat dan lembaganya di kawasan Serantau ini. ”Berbagai organisasi zakat yang tumbuh di negara ASEAN selama 10 tahun terakhir telah menggelorakan ranah zakat di wilayah serantau,” katanya dalam siaran pers yang diterima Republika kemarin.
Dewan Zakat Asia Tenggara (DZAT), kata Arifin, merupakan wadah berhimpunnya tokoh dan pelaku zakat di Asia Tenggara. Dewan ini akan berisikan orang-orang yang memahami persoalan zakat dari masing-masing negara. Peran yang diharapkan dari Dewan ini antara lain adalah, menjadi rujukan dalam memutuskan seputar permasalahan zakat di tingkat regional, baik dalam hal fikih maupun manajemen, melakukan standardisasi kompetensi pengelola zakat, baik pada level amil, maupun manajemen organisasi, melakukan kajian dan penelitian dalam rangka pengembangan zakat di Asia Tenggara serta menggelar seminar dan kerja sama pemanfaatan zakat.
Pengembangan Zakat Perlu Sinergi
Arifin menjelaskan meskipun pengelolaan zakat mulai berkembang, tapi belum disertai dengan sinergi yang baik. Melihat potensi tumbuhnya pengelolaan zakat, Dompet Dhuafa Republika (DD) menginisiasi pembentukan Dewan Zakat Asia Tenggara.
Ide ini respons dari pemerintah Malaysia, Indonesia, Singapura, dan Brunai Darussalam. Selama proses persiapan pembentukan Dewan Zakat Asia Tenggara ini dirumuskan di Kuala Lumpur Malaysia.
Anggota dari tim perumus ini meliputi Indonesia diwakili oleh, Lembaga Amil Zakat Dompet Dhuafa, Departemen Agama dan Institut Manajemen Zakat (IMZ). Dari Malaysia diwakili Jabatan Wakaf Zakat dan Haji (JWZH) mewakili kerajaan Malaysia, Pusat Pungutan Zakat Wilayah Persekutuan (PPZ Wilayah Persekutuan), Institut Kajian Zakat Malaysia (IKaZ), dan UiTM. Sementara dari Singapura diwakili Majelis Agama Islam Singapura (MUIS), dan Brunai Darusalam diwakili Majelis Agama Islam Brunai Darussalam (MUIB).
”Sebagai inisiator, Dompet Dhuafa berharap keberadaan Dewan Zakat ini akan dapat menghimpun persatuan institusi pengelola zakat di Asia Tenggara,” ujarnya menambahkan.
Ikhtisar*Dompe Dhuafa mengusulkan pembentukan Dewan Zakat Asia Tenggara beberapa tahun lalu.*Praktisi pengelola zakat, pemerintah, pendidik sepakat membentuk Dewan Zakat Asia Tenggara untuk mempercepat pengentasan kemiskinan.(dam )
No comments:
Post a Comment