Maukah kita mengakui bahwa kita juga punya andil - secara sadar atau tidak - membangun dan mengembangan budaya kemiskinan. Kita mendorong orang untuk terus meminta. Kita malah senang jika lebih banyak orang lagi yang menggantungkan hidupnya dari kita. Kita membiarkan sekeliling kita terus meminta-minta dan terus miskin di hadapan kita. Lalu kita memberi sedikit santunan, dan merencanakan akan teus memberi santunan tahun depan dan tahun depan lagi. Alih-alih ingin terus membantu, Kita menikmati kemiskinan mereka.
Masyarakat membentuk sendiri budayanya. Dan kini maraknya rangsangan parade kebajikan kita mengguncang harga diri simiskin untuk memilih tetap menjadi miskin. Kita biarkan rakyat antri untuk membeli minyak tanah. Kita merasa lumrah ketika menyaksikan rentetan pengemis jalanan. Kita tak sedih menyaksikan masyarakat kita berdesakan antri BLT. Kemudian kita terhenyak ketika menyaksikan korban antrian zakat yang mengenaskan.
Maka kedermawanan adalah ujian. Kita sering tergoda untuk mengarsiteki event pemberian bantuan yang dramatis. Antrian orang miskin yang berdesakan adalah objek foto dan kamera yang manarik. Untuk sekedar konsumsi ego kita, misalnya, sering kita biarkan anak panti asuhan menunggu berjam-jam sebelum acara penyerahan amplop-amplop santunan di atas panggung bertajuk pentas buka puasa bersama, dan fotonya besok terpampang di koran bertulis nama kita dan perusahaan kita.
Tak perlu berhenti menjadi dermawan. Yang bisa kita ubah adalah kualitas kedermawanan kita. Parade kebajikan yang kita pertontonkan selama ini perlu kita revisi tujuannya, pendekatannya, caranya, dan sasarannya. Syukur bila kita mulai masuk pada pendekatan pemberdayaan. Membangkitkan saudara kita dengan mengupayakan stimulan dan pendampingan yang cukup agar pemberian kita memerdekakannya dari kondisi yang menjepit selama ini. Mungkin hal ini sulit dilakukan oleh para penderma. Mungkin inilah hikmahnya untuk konteks ajaran zisfaf, Rasululullah Saw. membangun dan mengoperasikan institusi amil zakat untuk menghimpun dan mendayagunakan zakat, infaq, shadaqah dan waqaf.
Republika, Jumat 19 September 2008
No comments:
Post a Comment