Kapan Kita Merdeka?


Beberapa waktu ini saya merenungi 3 buah kolom lawas yang saya temukan di media online. Pertama adalah kolom Koran Tempo 11 Mei 2006, berjudul ”Indonesia adalah negara Asia pertama yang mengikuti Piala Dunia Sepak Bola tepatnya Tahun 1938 di Perancis. Barang kali memang tak tepat kata “Indonesia” karena kita kala itu bernama “Hindia Belanda”. Pemainnya tercatat dengan nama-nama asli melayu seperti Nawir sebagai kapten kesebelasan, Soedarmanji, Anwar Sutan dan lainnya - di samping ada nama non melayu.
Kolom kedua adalah tentang peluncuran sebuah buku Karya Prof Aryso Santos dari Brazil yang menyimpulkan penelitiannya bahwa Indonesia adalah ”Benua Atlantis” yang hilang itu ternyata adalah Indonesia saat ini. Kita mengetahui Benua Atlantis adalah sebuah negara idealita dengan peradaban sangat maju – juga disebutkan sebagai peradaban monotheisme - di masa lampau yang disampaikan oleh Plato (427 - 347 SM). Walau masih anyak perdebatan dan sebenarnya banyak wilayah di belahan dunia ini sebelumnya telah di sebut-sebut sebagai Atlantis yang hilang itu, namun pernyataan terakhir dari sang profesor bahwa Atlantis adalah Indonesia tetap saja sangat menarik.
Kolom ketiga ada di Kompas Tanggal 21 Juli 2008 tentang penemuan mengejutkan sosok manusia purba yang ternyata adalah Homo Erectus atau manusia jawa, seperti yang ditemukan di Trinil Solo. Mungkinkah manusia purba kita adalah penjelajah bahkan sampai ke eropa di zaman purba?
Selama ini saya – atau mungkin generasi seusia saya - selalu memulai berfikir tentang indonesia dari Tanggal 17 Agustus 1945. Baru 63 tahun Indonesia memulai sejarahnya. Jadi bangsa kita memang baru berumur 63 tahun saja. Sebagai bangsa yang ’muda’ kita lalu tak malu jika kalah dalam seluruh bidang kompetisi dengan bangsa lain yang kita angap lebih ’tua’ peradabannya. Anehnya mengapa kita tak memulai sejarah Indonesia dari zaman Majapahit atau Sriwijaya atau tonggak keungulan bangsa kita lainnya. Kita malah lupa pernah manjadi negara dengan luas yang meliputi hampir sewilayah ASEAN saat ini. Suka atau tidak, kita adalah cucu dari kelompok manusia berkualitas unggul.
Ketika sementara orang menilai fikiran seperti ini adalah romantisme, saya tengah menduga-duga barangkali ketidakmampuan kita menggali sejarah masa lalu telah berubah menjadi tembok kekerdilan. Ini adalah pandangan bahwa kita adalah bangsa budak yang baru merdeka beberapa tahun lalu. Bukannya pandangan bahwa kita adalah bangsa besar yang pernah jatuh berabad-abad dan akan bangkit menjadi bangsa yang unggul dan menebar rahmat bagi peradaban manusia. Hijab inilah yang membelenggu kita sebagai bangsa, menjadikan kita tumpul secara sistemik dan massal. Kita perlu menguaknnya dari sebuah pertanyaan, sejak kapan kita merdeka? [map]

Semarang, 15 Agustus 2008
Dimuat Di Republika, 16 Agustus 2008

No comments: